Allah Mensyari'atkan Jihad di Jalan-Nya Untuk Meninggikan Kalimat-Nya


بسم الله الرحمن الرحيم

Allah Ta’ala telah mensyari’atkan jihad di jalan-Nya untuk meninggikan Kalimat-Nya, sedangkan Kalimat-Nya itu tidak akan unggul kecuali dengan apa yang telah Dia kabarkan dan Dia arahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman.

Di mana tidak ada jalan untuk ‘izzah Islam dan keberkuasaan-Nya kecuali dengan jalan yang telah Allah wajibkan atas umat ini, dan tidak mungkin mengada-ada jalan lain selain jalan ini.

Dan barangsiapa dengan akalnya yang terbatas mengira bahwa ia bisa menjayakan dienullah ta’ala dengan selain penumpahan darah, maka dia telah melecehkan para Nabi dan Rasul dan para sahabat mereka serta para tabi’in.

Di mana darah para nabi itu adalah darah paling mahal dan paling mulia di muka bumi ini, dan ilmu mereka itu tidak bisa ditandingi oleh ilmu manusia lainnya, serta akal mereka itu adalah akal yang paling cemerlang, sehingga seandainya ada jalan lain selain konfrontasi fisik tentu mereka sudah menempuhnya, akan tetapi Allah Ta’ala telah menetapkan bahwa jihad itu adalah jalan satu-satunya, dan bahwa konfrontasi fisik dan pertarungan itu mesti dilakukan demi kebaikan umat manusia.

Darah para nabi dan rasul telah ditumpahkan di atas jalan ini, supaya kaum mu’minin mengetahui bahwa jalan ini sulit dan bayarannya juga mahal, dan supaya tidak pelit seorangpun dengan darahnya sedang dia melihat darah para nabi telah ditumpahkan, yang mana hal itu mendustakan setiap orang yang mengklaim bahwa ada jalan selain jihad untuk kebangkitan umat dan kebaikan bumi.

Sesungguhnya jihad di jalan Allah dan memerangi musuh-musuh Allah itu adalah obat bagi banyak penyakit, Allah Ta’ala berfirman:

{وَإِنْ نَكَثُوا أَيْمَانَهُمْ مِنْ بَعْدِ عَهْدِهِمْ وَطَعَنُوا فِي دِينِكُمْ فَقَاتِلُوا أَئِمَّةَ الْكُفْرِ إِنَّهُمْ لاَ أَيْمَانَ لَهُمْ لَعَلَّهُمْ يَنْتَهُونَ} (التوبة : 12)

“Dan jika mereka merusak sumpah (janji)nya sesudah mereka berjanji, dan mereka mencerca agamamu, maka perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang kafir itu, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang (yang tidak dapat dipegang) janjinya, agar supaya mereka berhenti.” (At Taubah: 12).

Dan berfirman:

قَاتِلُوا الَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَلاَ بِالْيَوْمِ الآخِرِ وَلاَ يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللهُ وَرَسُولُهُ وَلاَ يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ (التوبة : )29

“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.” (At Taubah: 29).

Dan berfirman:

{وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ} (التوبة : 39)

“Dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (At Taubah: 39).

Dan berfirman:

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قَاتِلُوا الَّذِينَ يَلُونَكُمْ مِنَ الْكُفَّارِ وَلْيَجِدُوا فِيكُمْ غِلْظَةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ} (التوبة : 123)

“Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu, dan ketahuilah, bahwasanya Allah bersama orang-orang yang bertakwa.” (At Taubah: 123).

Dan berfirman:

{وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ} (البقرة : 193)

“Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah…” (Al Baqarah: 193).

Dan berfirman:

{قَاتِلُوهُمْ يُعَذِّبْهُمُ اللهُ بِأَيْدِيكُمْ وَيُخْزِهِمْ وَيَنْصُرْكُمْ عَلَيْهِمْ وَيَشْفِ صُدُورَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ * وَيُذْهِبْ غَيْظَ قُلُوبِهِمْ وَيَتُوبُ اللهُ عَلَى مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ} (التوبة : 14-15)

“Perangilah mereka, niscaya Allah akan menghancurkan mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman. Dan menghilangkan panas hati orang-orang mukmin. Dan Allah menerima taubat orang yang dikehendaki-Nya. Allah maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (At Taubah: 14-15).

Dan berfirman:

{ذَلِكَ وَلَوْ يَشَاءُ اللَّهُ لَانْتَصَرَ مِنْهُمْ وَلَكِنْ لِيَبْلُوَ بَعْضَكُمْ بِبَعْضٍ} (محمد : 4)

“Demikianlah apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka tetapi Allah hendak menguji sebahagian kamu dengan sebahagian yang lain…” (Muhammad: 4).

Dan berfirman:

{وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّى نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِينَ مِنْكُمْ وَالصَّابِرِينَ وَنَبْلُوَ أَخْبَارَكُمْ} (محمد : 31)

“Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu, dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu.” (Muhammad: 31)

Dan berfirman:

{فَقَاتِلْ فِي سَبِيلِ اللّهِ لاَ تُكَلَّفُ إِلاَّ نَفْسَكَ وَحَرِّضِ الْمُؤْمِنِينَ عَسَى اللّهُ أَن يَكُفَّ بَأْسَ الَّذِينَ كَفَرُواْ وَاللّهُ أَشَدُّ بَأْسًا وَأَشَدُّ تَنكِيلاً} (النساء : 84)

“Maka berperanglah kamu pada jalan Allah, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri. Kobarkanlah semangat para mukmin (untuk berperang). Mudah-mudahan Allah menolak serangan orang-orang yang kafir itu. Allah amat besar kekuatan dan amat keras siksaan(Nya).” (An Nisa: 84).

Dan berfirman:

{وَالَّذِينَ إِذَا أَصَابَهُمُ الْبَغْيُ هُمْ يَنْتَصِرُونَ} (الشورى : 39)

“Dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim mereka membela diri.” (Ash-Shuraa: 39).

Dan berfirman:

{فَإِذَا انْسَلَخَ الأَشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ وَخُذُوهُمْ وَاحْصُرُوهُمْ وَاقْعُدُوا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلاَةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَخَلُّوا سَبِيلَهُمْ إِنَّ اللهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ} (التوبة : 5)

“Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi maha Penyayang.” (At Taubah: 5).

Ini adalah ayat pedang yang me-nasakh (menghapus) hukum asal interaksi dengan orang-orang kafir, dan ayat ini menjadikan kemashalahat -yaitu segala kemashlahatan- itu terdapat pada sikap memerangi mereka di mana saja mereka berada.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ الله، وَأَنَّ مُحَمَّدا رَسُولُ اللّهِ. وَيُقِيمُوا الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ. فَإِذَا فَعَلُوا عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقِّهَا. وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللّهِ“.

“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersyahadat bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadati selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mereka mendirikan shalat dan mereka menunaikan zakat, kemudian bila mereka telah melakukan hal itu maka mereka telah menjaga dariku darah dan harta mereka kecuali dengan hak Islam, sedangkan perhitungan mereka itu atas Allah ‘Azza wa Jalla.” (Muttafaq ‘Alaih, hadits mutawatir).

Dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:

بُعِثْتُ بَيْنَ يَدَيْ السَّاعَةِ بالسَّيْفِ، حتى يُعبدَ اللهُ وحدَه لا شريك له، وَجُعِلَ رِزْقِي تَحْتَ ظِلّ رُمْحِي، وَجُعِلَ الذِّلَّةُ وَالصَّغَارُ عَلَى مَنْ خَالَفَ أَمْرِي، وَمَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Aku diutus dengan pedang menjelang hari kiamat sampai Allah Ta’ala sajalah yang diibadati lagi tidak ada sekutu bagi-Nya, dan rizki-ku dijadikan di bawah bayangan tombakku, sedangkan kehinaan dan kenistaan dijadikan atas orang yang menyelisihi perintahku.” (Shahih diriwayatkan oleh Ahmad, dan ia ada dalam Shahih Al Jami’).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus dengan pedang, dan diperintahkan untuk berperang untuk mewujudkan tujuan tauhid di muka bumi dan untuk menghancurkan kekuatan kebatilan dan kemusyrikan.

Dan seandainya ada jalan lain selain penumpahan darahnya -ayah dan ibuku sebagai tebusannya shallallahu ‘alaihi wa sallam- tentu Allah telah mengarahkannya kepada jalan itu, dan tentu Dia sudah memerintahkannya demi menjaga darahnya yang suci shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka bagaimana bisa jalan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam itu jihad, sedangkan jalan umatnya dan para pengikutnya itu “Jalan Damai”!!

Sesungguhnya Allah Ta’ala telah memerintahkan untuk memerangi kelompok-kelompok manusia yang banyak dalam rangka mewujudkan keadilan di muka bumi, dalam rangka mengukuhkan Al Haq dan dalam rangka melenyapkan kezaliman. Sedangkan hal ini tidak bisa terwujud kecuali dengan perang.

Ibnu Hajar rahimahullah di dalam “Al Hikam Al Jadirah Bil Idza’ah” menulis:

“Dan yang nampak adalah bahwa di dalam Al Qur’an itu ada empat pedang: pedang terhadap kaum musyrikin sampai mereka masuk Islam atau ditawan, kemudian setelah itu mereka dilepaskan cuma-cuma atau dilepaskan dengan tebusan, dan pedang terhadap kaum munafiqin, yaitu pedang untuk menghajar kaum zanadiqah, di mana Allah telah memerintahkan untuk menjihadi mereka dan bersikap kasar kepada mereka di dalam surat Bara-ah, surat At Tahrim dan surat Al Ahzab, dan pedang terhadap Ahli Kitab sampai mereka menunaikan jizyah, dan pedang terhadap Bughat, yang disebutkan di dalam surat Al Hujurat, dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam belum menghunuskan pedang ini di saat beliau hidup, namun Ali radliyallahu ‘anhu-lah yang menghunuskannya di masa kekhilafahan-nya dan beliau berkata: “Akulah orang yang mengajari manusia memerangi Ahli Kiblat..”

Dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memiliki pedang-pedang lain, di antaranya: pedangnya terhadap orang-orang murtad, yang beliau sabdakan:

“من بدّل دينه فاقتلوه”

“Siapa yang mengganti agamanya, maka bunuhlah dia.”

Dan pedang ini telah dihunuskan oleh Abu Bakar Ash Shiddiq radliyallahu ‘anhu setelah wafat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada masa kekhilafahannya terhadap suku-suku arab yang murtad.

Dan di antaranya juga pedang beliau terhadap Mariqin, yaitu ahli bid’ah seperti Khawarij, di mana telah sah dari beliau perintah untuk memerangi mereka walaupun para ulama berselisih prihal kekafiran mereka. Dan mereka itu telah diperangi Ali radliyallahu ‘anhu di masa kekhilafahannya padahal beliau mengatakan:

“Sesungguhnya mereka itu bukan orang-orang kafir…” Dan telah diriwayatkan dari Ali radliyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk memerangi Mariqin, orang-orang yang melanggar janji dan orang-orang yang jahat. Dan Ali telah membakar sekelompok orang-orang zanadiqah.” (Selesai penukilan dari Ibnu Hajar).

Jihad itu memiliki banyak hikmah lain yang telah dikumpulkan sebagiannya oleh para ulama, Al Imam Al ‘Izz Ibnu Abdissalam berkata di dalam “Ahkam Al Jihad wa Fadlailuhu”:

Amalan paling utama setelah iman kepada Allah adalah jihad di jalan Allah; di karenakan di dalamnya terdapat penghancuran musuh-musuh Allah, pembersihan bumi dari mereka, pelepasan tawanan kaum muslimin dari tangan mereka, penjagaan darah, harta, para wanita dan anak-anak kaum muslimin, dan pensejahteraan kaum muslimin dengan apa yang Allah karuniakan kepada mereka berupa tanah-tanah orang-orang kafir dan harta-harta mereka, serta pensejahteraan para istri dan anak-anak mereka.

Oleh sebab itu Allah membesarkan di dalamnya pahala orang yang mengejar dan yang dikejar dari kaum muslimin, orang yang menang dan yang kalah, serta orang yang membunuh dan yang terbunuh, dan di dalamnya Allah menghidupkan orang-orang yang terbunuh setelah kematian mereka, serta menggantikan bagi mereka dari kehidupan yang mereka korbankan karena-Nya dengan kehidupan abadi yang tidak bisa diceritakan sifatnya oleh orang yang menceritakan dan tidak bisa diketahui oleh orang yang mengetahui.

Dan begitu juga tatkala mereka meninggalkan keluarga dan tanah air, maka Allah memberikan tempat bagi mereka di sisi-Nya, dan membuat mereka senang dengan kedekatan dari-Nya sebagai pengganti teman yang mereka cintai yang mereka tinggalkan karena-Nya!

Maka alangkah bahagianya orang yang telah meraih pahala yang besar ini di sisi Ar Rabb Al Jalil, sedangkan hal itu hanyalah didapatkan oleh orang yang berperang di jalan Allah supaya Kalimat Allah-lah yang tertinggi dan supaya kalimat orang-orang kafir itu yang rendah.” (Selesai).

Ini adalah sebagian faidah jihad yang telah Allah Ta’ala sebutkan di dalam Al Qur’an, yang telah Allah Ta’ala janjikan atasnya pahala yang banyak.

Sedangkan semua pahala dan kedudukan ini hanyalah diperuntukkan bagi mujahidin: yang demikian itu dikarenakan begitu pentingnya jihad itu di dalam kehidupan umat, dan dikarenakan jihad itu adalah tameng umat dan bentengnya yang kokoh yang menghalangi masuknya para perusak yang datang dari luar dan dari kegoncangan di dalam.

Sehingga urusan umat ini tidak bisa tegak lurus kecuali dengan jihad, dan tidak ada ‘izzah dan tamkin baginya kecuali dengan jihad, sedangkan segala kehinaan, kebinasaan dan kenistaan itu ada pada sikap meninggalkan jihad di jalan Allah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

” إِذَا ضَنَّ النَّاسُ بِالدِّينَارِ وَالدِّرْهَمِ ، وَاتَّبَعُوا أَذْنَابَ الْبَقَرِ ، وَتَرَكُوا الْجِهَادَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ، وَتَبَايَعُوا بِالْغَبْنِ أنزل اللَّهُ عَلَيْهِمْ ذُلا فَلَمْ يَرْفَعْهُ عَنْهُمْ حَتَّى يُرَاجِعُوا دِينَهُمْ “

“Bila manusia pelit dengan dinar dan dirham, dan mereka berjual beli dengan cara ‘inah (satu macam riba), dan mereka mengikuti ekor-ekor sapi dan meninggalkan jihad di jalan Allah, maka Allah Ta’ala memasukan kepada mereka kehinaan yang tidak akan diangkat dari mereka sampai mereka kembali kepada dien mereka.”(Ahmad, Ath Thabraniy dalam Al Kabir, dan Al Baihaqiy di dalam Syu-abil Iman, dan dishahihkan oleh Al Albaniy di dalam Shahih Al Jami’).

Abu Ayyub Al Anshariy berkata di dalam hadits perang Kostantinopel sebagai tafsiran bagi firman Allah Ta’ala:

{وَلاَ تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ} (البقرة : 195)

“…Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan…” (Al Baqarah: 195).

فالإلقاء بالأيدي إلى التهلكة أن نقيم في أموالنا ونصلحها وندع الجهاد

“Menjatuhkan diri ke dalam kebinasaan adalah kita tinggal di tengah harta-harta kita dan mengurusinya serta kita meninggalkan jihad.” (Diriwayatkan oleh tiga imam dan dishahihkan oleh At Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Al Hakim juga Al Albaniy di dalam As Silsilah Ash Shahihah).

Dan dari Tsauban dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau besabda:

يوشك الأمم أن تداعى عليكم كما تداعى الأكلة إلى قصعتها فقال قائل ومن قلة نحن يومئذ قال بل أنتم يومئذ كثير ولكنكم غثاء كغثاء السيل ولينزعن الله من صدور عدوكم المهابة منكم وليقذفن الله في قلوبكم الوهن فقال قائل يا رسول الله وما الوهن قال حب الدنيا وكراهية الموت

“Hampir tiba saatnya di mana bangsa-bangsa mengerumuni kalian, sebagaimana orang-orang yang makan mengerumuni nampannya,” maka seseorang berkata: Apa karena kami sedikit hari itu? Beliau menjawab:”Justeru kalian itu banyak saat itu, akan tetapi kalian itu buih seperti buih banjir, dan sungguh Allah benar-benar akan mencabut dari dada musuh-musuh kalian rasa segan dari kalian dan Allah benar-benar akan memasukkan wahn ke dalam hati kalian”, maka seseorang berkata: Wahai Rasulullah apa wahn itu? Beliau berkata: Cinta dunia dan benci kematian.” (Riwayat Abu Dawud, dan dishahihkan oleh Al Albaniy).

Dan dari Abu Bakar radliyallahu ‘anhu dari Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam bahwa beliau berkata:

“ما ترك قوم الجهاد إلا عمهم الله بالعذاب ”

“Tidak satu kaum-pun meninggalkan jihad melainkan pasti Allah menimpakan adzab secara merata atas mereka.” (Diriwayatkan oleh Ath Thabraniy di dalam Al Ausath, dan dihasankan oleh Ibnu An Nuhas Ad Dimyathiy di dalam Mashari’u Al-‘Usyaq

“Tidak satu-pun ahli bait yang masuk cangkul kepada mereka melainkan mereka pasti hina.” (Shahih: Shahih Al Jami’).

Pengamatan yang jeli terhadap hadits-hadits yang lalu itu memberikan kesimpulan padamu tentang rahasia kehinaan umat ini serta kelemahan dan kenistaan yang menimpa mereka. Di mana meninggalkan jihad, cenderung kepada dunia, kecintaan terhadapnya serta kebencian terhadap kematian di jalan Allah Ta’ala adalah penyakit kronis yang menghantarkan umat ini kepada kondisi yang dialami hari ini.

Dan lihatlah pensifatan yang menakjubkan dari Nabi yang ma’shum shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang keadaan umat ini di zaman ini dan apa yang dialami oleh manusia:

“يأتي على الناس زمان قلوبهم قلوب الأعاجم ، ما آتاهم الله من رزق جعلوه في الحيوان ، يعدون الصدقة مغرماً، والجهاد ضرارا“

“Sungguh benar-benar akan datang kepada manusia suatu zaman; yang mana hati mereka itu hati orang-orang ‘ajam; cinta dunia, kebiasaan mereka itu kebiasaan orang-orang badui pedalaman, rizki apa saja yang datang kepada mereka maka mereka menjadikannya pada hewan, mereka menganggap zakat itu hutang dan (menganggap) jihad itu dlarar (bahaya).” (Isnadnya jayyid, para perawinya tsiqat; As Silsilah Ash Shahihah 3357).

Dan apa yang kita lihat dari realita kita dan apa yang kita saksikan serta kita dengar di media dan lewat lisan banyak para ulama, para pencari ilmu dan kalangan awam bahwa madlarat jihad itu lebih besar dari meninggalkannya, adalah bukti kebenaran sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Al Albaniy berkata di dalam As Silsilah Ash Shahihah dalam rangka mengkomentari hadits ini: “Ia adalah di antara bukti kebenaran dan kenabian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, di mana di dalamnya terdapat hal ghaib yang telah terbukti di zaman ini. Wallahul Musta’an.” (Selesai).

Sesungguhnya di dalam perang itu terdapat banyak mashalahat yang hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala saja yang mengetahuinya, bahkan hatta di dalam memerangi kaum muslimin itu terdapat mashalahat yang unggul padahal penghati-hatian dari hal itu sangat dasyat:

{وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الأُخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللهِ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ} (الحجرات : 9)

“Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah kembali, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.” (Al Hujurat: 9).

Perang di sini datang dalam rangka mendamaikan perselisihan supaya sebagian manusia tidak aniaya kepada sebagian yang lain, sedangkan ini adalah di antara kaum muslimin, maka bagaimana bila kekafiran telah semena-mena di muka bumi: apakah masih ada orang yang komentar?

Allah Ta’ala telah mewajibkan perang di jalan-Nya karena banyak sebab; sebagiannya telah Dia sebutkan di dalam Kitab-Nya, dan telah ada lewat lisan Nabi-Nya shallallahu alaihi wa sallam, dan para ulama-pun mengambil banyak kesimpulan dari faidah-faidah dan hikmah-hikmah jihad.

Di mana di antara yang paling agung dan paling besar dari tujuan-tujuan jihad itu adalah: Pemberlakuan syari’at Allah di muka bumi supaya keadilan merata, ketundukkan seluruhnya bagi Allah, kekafiran hancur lebur, dan kezaliman berhenti. Dan ini tidak bisa terwujud kecuali dengan kedaulatan syari’at

Sesungguhnya manusia itu sangat tidak mampu untuk mendatangkan undang-undang dan aturan-aturan yang merealisasikan keadilan di tengah masyarakat, karena manusia itu ditabi’atkan di atas sifat dzalim dan egoisme, dan mereka itu sangat tidak bisa untuk mengatur kehidupan manusia, dan lihatlah penetapan yang mengagumkan ini dari Allah Ta’ala dalam hal ini:

{وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَوَاتُ وَالأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ} (المؤمنون : 71)

“Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya…” (Al-Mu’minun: 71).

Tidak satu-pun mampu untuk membuat undang-undang yang adil lagi akurat yang bisa membenahi kehidupan manusia kecuali Pencipta manusia Yang Maha Lembut lagi Maha Mengetahui, dan Allah Ta’ala telah memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk bertahakum kepada syari’at-Nya sebagai pengakuan atas penghambaan mereka kepada-Nya dan sebagai bentuk perealisasian pada Uluhiyyah-Nya di dalam hati mereka, sehingga tidak tegak lurus ubudiyyah kepada Allah (kecuali dengan pemberlakuan hukum-Nya) dan pentahkiman syari’at-Nya.

{وَهُوَ الَّذِي فِي السَّمَاءِ إِلَهٌ وَفِي الأَرْضِ إِلَهٌ وَهُوَ الْحَكِيمُ الْعَلِيمُ} (الزّخرف : 84)

“Dan Dialah Tuhan (Yang disembah) di langit dan Tuhan (Yang disembah) di bumi dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.” (Az-Zukhruf: 84).

Sehingga tidak pantas kita menjadikan Allah sebagai ilah di langit dan dien itu di hati, kemudian kita malah menjadikan tuhan-tuhan selain Allah di bumi yang menetapkan undang-undang bagi kita, ini adalah syirik uluhiyyah yang mana Allah Ta’ala tidak akan menerima amalan bersamanya:

{إِنَّ اللهَ لاَ يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيما} (النساء : 48)

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (An Nisa: 48).

Sesungguhnya umat ini memiliki keistimewaan-keistimewaan yang tidak dimiliki oleh umat sebelumnya, di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Dan aku diutus kepada seluruh umat manusia.” Sebagaimana di dalam hadits shahih:

 فُضِّلْتُ عَلَى الأَنْبِيَاءِ بِخَمْسٍ : فَأُرْسِلْتُ إِلَى النَّاسِ كَافَّةً

“Aku diunggulkan di atas para nabi dengan lima hal: Aku diutus kepada manusia seluruhnya..” (Shahih Al Jami’ 4221)

Dan umat ini adalah saksi terhadap umat-umat yang lain:

{وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ} (البقرة : 143)

“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat pertengahan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia…” (Al Baqarah: 143)

Wasath di sini adalah umat pilihan dan yang adil, bukan seperti apa yang diartikan oleh sebagian orang bahwa wasathiyyah itu maknanya adalah sikap absen dan berat diri dari melakukan jihad dan mencampakkan aqidah al wala dan al bara, serta kecintaan dan kebencian karena Allah. Ibnu Katsir berkata di dalam Tafsirnya:

“Dan Wasath di sini adalah pilihan dan terbaik, sebagaimana dikatakan:Quraisy adalah bangsa arab yang paling wasath nasabnya dan negerinya, yaitu paling baik. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah wasath di tengah kaumnya, yaitu yang paling mulia nasabnya.

Dan contoh makna ini adalah Ash Shalat Al Wustha yang merupakan shalat yang paling utama yaitu shalat ‘ashar, sebagaimana di dalam kitab-kitab Shahih dan yang lainnya. Dan tatkala Allah telah menjadikan umat ini sebagai umat yang wasath (pilihan), maka Dia memberikan keistimewaan dengan syari’at yang paling sempurna, manhaj yang paling lurus dan madzhab yang paling jelas.” (Selesai)

Umat ini adalah umat terbaik yang dikeluarkan kepada manusia yang Allah Ta’ala berikan keistimewaan dengan Nabi terbaik, Kitab terbaik dan para sahabat terbaik. Dan keterpilihan ini adalah bersifat mendunia sampai Allah mewarisi bumi ini dan seisinya, sedangkan kemenduniaannya ini menuntut penyebaran dakwahnya dan pelenyapan seluruh rintangan yang ada di hadapannya.

Keterpilihannya ini menuntut pelenyapannya terhadap segala kezaliman di muka bumi; dengan hujjah, bayan, pedang dan tombak sampai tidak tersisa kecuali perintah Allah, hukum-Nya dan keadilan-Nya, dan sampai Allah saja yang diibadati lagi tidak disekutukan dengan apapun.

Inilah pesan umat Islam, di mana ia adalah pesan yang wajib lagi harus yang tidak bisa digugurkan oleh undang-undang, adat lokal atau adat internasional atau adat seluruh dunia, karena urusan ini adalah syar’iy rabbaniy ilahiy samawiy.

Dan begitu Allah mewajibkan perang; maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam langsung mengirim pasukan-pasukan dan brigade-brigade ke timur dan ke barat, ke utara dan selatan memerangi manusia untuk mengeluarkan mereka dari kegelapan-kegelapan menuju cahaya, dan dari kezaliman agama-agama bumi menuju cahaya Islam, serta dari kesempitan dunia menuju kelapangan dunia dan akhirat.

Maka terbuktilah penaklukan-penaklukan di masa kenabian, kemudian di masa khulafa rasyidin, dan kaum muslimin terus senantiasa menaklukan negeri-negeri dengan pedang dan menaklukan hati manusia dengan hujjah, sampai datanglah akhir masa Dinasti Utsmaniyyah yang mana sebagian para sultan-nya mengganti hukum-hukum syari’at (dengan hukum barat).

Sehingga terjadilah kezaliman yang dipungkas dengan kelemahan, dan mulailah masa pelepasan sistem khilafah Islamiyyah yang berakhir lewat tangan anak seorang wanita yahudi yang masuk ke tengah lingkungan Islamiy dengan label Nasionalime Tauraniyyah Jahiliyyah.

Dan di antara keistimewaan umat ini adalah bahwa ia itu umat mujahidah yang keras terhadap orang-orang kafir, lagi kasar dan pemenggal leher-leher mereka seraya membenci mereka karena Allah Ta’ala.

Dan seandainya satu generasi dari kaum muslimin menanggalkan keistimewaan-keistimewaan ini, maka sesungguhnya Allah Ta’ala pasti menggantinya dengan generasi lainnya, sebagaimana yang telah Allah Ta’ala kukuhkan di dalam firman-Nya:

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَا لَكُمْ إِذَا قِيلَ لَكُمُ انْفِرُوا فِي سَبِيلِ اللهِ اثَّاقَلْتُمْ إِلَى الأَرْضِ أَرَضِيتُمْ بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا مِنَ الآخِرَةِ فَمَا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فِي الآخِرَةِ إِلاَّ قَلِيلٌ * إِلاَّ تَنْفِرُوا يُعَذِّبْكُمْ عَذَابًا أَلِيمًا وَيَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ وَلاَ تَضُرُّوهُ شَيْئًا وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ} (التوبة : 38-39)

“Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu: “Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah” kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) diakhirat hanyalah sedikit. Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi kemudharatan kepada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (At Taubah: 38-39).

Umat ini telah ditimpa adzab (siksaan) lewat tangan musuh-musuhnya dengan sebab ia berleha-leha dan betah dengan dunia dan kehinaan. Barangsiapa tafrith (teledor) di dalam menolong agama Allah dan di dalam jihad di jalan-Nya, maka Allah pasti akan menggantikannya.

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللهِ وَلاَ يَخَافُونَ لَوْمَةَ لاَئِمٍ ذَلِكَ فَضْلُ اللهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ} (المائدة : 54)

“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” (Al Maidah: 54).

Dan berfirman:

{وَإِنْ تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ ثُمَّ لاَ يَكُونُوا أَمْثَالَكُمْ} (محمد : 38)

“…Dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain; dan mereka tidak akan seperti kamu ini.” (Muhammad: 38).

Dan bisa jadi kita hari ini hidup di masa penggantian generasi kehinaan, silmiyyah, pertengahan dan moderat yang dingin lagi lemah yang absen dari jihad serta malas-malasan (digantikan) dengan generasi yang masih muda yang berjihad, yang perkasa lagi pemberani yang suka berperang lagi hobi menyembelih lagi suka meledakkan diri lagi suka menteror yang suka menghajar lagi tidak takut ucapan orang yang suka mencela.

Sesungguhnya perang yang tujuannya bukan tahkim syari’at Allah dan bukan tamkin dien-Nya di muka bumi adalah bukan jihad di jalan Allah, sedangkan tidak ada tamkin bagi dienullah dan tidak ada pemberlakuan hukum-Nya sesuai apa yang dituntut secara syar’iy kecuali dengan jihad di jalan Allah. Di mana dua hal itu saling keterkaitan yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain.

Oleh sebab itu, barangsiapa menginginkan pemberlakuan syari’at di muka bumi tanpa perang, maka dia itu wahim (mengigau), dan barangsiapa berperang demi nasionalisme, atau kebangsaan atau demokrasi atau negara madaniy atau hidup saling toleransi dengan orang-orang kafir atau demi kemanusiaan, maka dia itu orang bodoh yang menyia-nyiakan agama dan kehidupannya.

Di mana dengan jihad maka umat ini menjadi hidup, dan dengan pemberlakuan syari’at maka meratalah keadilan di muka bumi.

Dan setiap undang-undang yang menyelisihi syari’at Allah lagi menggugurkan hukum-Nya -walaupun nampak tepat- maka ia itu kezaliman dan murni keburukan walaupun dianggap baik oleh manusia.

Dan setiap jalan untuk perbaikan di zaman ini selain kekuatan, perang dan jihad, maka ia itu adalah jalan yang tertutup lagi terputus walaupun dianggap lurus oleh manusia, dan seandainya di sana ada jalan untuk pembenahan bumi selain jalan jihad tentulah Allah telah menunjukkannya kepada kita dan menjaga darah hamba-hamba-Nya dan wali-wali-Nya yang beriman.

Akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjelaskan bahwa jihad itu adalah jalan satu-satunya untuk pembenahan umat manusia di masa-masa ketersesatan dan penguasaan kezaliman, yang demikian itu dikarenakan setan dan wali-walinya tidak mungkin membiarkan kaum mu’minin melakukan pembenahan bumi setelah pengrusakannya.

Sehingga kejahatan ini harus dibungkam dengan kekuatan Al Haq yang bersifat materi dan ma’nawi. Alangkah indahnya ucapan Ibnu Taimiyyah rahimahullah di saat berkata:

(قوام الدين: كتاب يهدي وعدل يعمل به وحديد ينصر{وكفى بربك هاديا ونصيرا} (مجموع الرسائل

“Tegaknya dien ini adalah (dengan) Kitab yang membimbing, keadilan yang diamalkan serta besi yang melindung (Dan cukuplah Rabb-mu sebagai Pembimbing dan sebagai Penolong).” (Majmu’ Ar Rasa-il)

Sehingga dua hal dari hal-hal itu tidak bisa membenahi tanpa ada yang ketiga (besi).

Wallahu A’lam.

Semoga shalawat dan salam dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabat seluruhnya.

_____________________

dabiq/abu sulaiman al arkhabiliy

No comments:

Post a Comment